Dalam era modern ini, prinsip kehadiran ‘syariah’ telah menjadi perbincangan umum, terutama dalam konteks pembiayaan. Pembiayaan syariah kini telah menjadi alternatif menarik bagi banyak individu. Namun, meskipun telah banyak lembaga keuangan yang menerapkannya, masih banyak yang penasaran dengan konsep ini. Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai perbedaan antara pembiayaan syariah dan konvensional, mari kita telaah masing-masing aspeknya secara lebih mendalam.
Perbedaan Dasar Hukum
Dasar Hukum menjadi pijakan yang menggambarkan perbedaan mendasar antara pembiayaan syariah dan konvensional. Pembiayaan syariah bersumber pada prinsip-prinsip hukum Islam yang terwujud dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam konteks ini, transaksi keuangan yang dilakukan haruslah selaras dengan ajaran agama Islam, mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan dalam syariat. Prinsip utama yang menjadi landasan pembiayaan syariah antara lain adalah larangan riba (bunga), larangan spekulasi, larangan investasi dalam sektor yang dianggap haram menurut agama Islam seperti alkohol atau perjudian, serta adanya keadilan dan kebersamaan dalam berbagi risiko dan keuntungan.
Di sisi lain, pembiayaan konvensional berakar pada hukum positif dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Dalam sistem ini, transaksi keuangan tidak terbatas oleh prinsip-prinsip agama tertentu. Bank-bank konvensional umumnya memberikan pinjaman dengan imbalan bunga dan memperdagangkan instrumen keuangan yang mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Perbedaan dasar hukum ini menghasilkan proses transaksi yang berbeda pula. Dalam pembiayaan syariah, setiap transaksi harus melalui proses analisis yang lebih ketat untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini membutuhkan keterlibatan ahli agama dan proses pengawasan yang lebih intensif. Sementara itu, dalam pembiayaan konvensional, proses transaksi lebih didasarkan pada peraturan hukum dan kebiasaan pasar keuangan yang sudah mapan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam dasar hukum dan proses transaksi, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memfasilitasi kegiatan ekonomi dan memenuhi kebutuhan finansial masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang perbedaan ini, masyarakat dapat memilih jenis pembiayaan yang sesuai dengan nilai dan kepercayaan mereka.
Perbedaan Sistem Suku Bunga
Selain dasar hukum, salah satu perbedaan yang mencolok antara pembiayaan syariah dan konvensional adalah dalam sistem suku bunga. Pembiayaan konvensional umumnya menggunakan suku bunga tetap atau berubah sepanjang waktu, yang ditentukan oleh bank atau lembaga keuangan yang bersangkutan. Suku bunga ini merupakan biaya tambahan yang harus dibayar oleh peminjam selama masa pinjaman.
Di sisi lain, pembiayaan syariah mengusung konsep bagi hasil (profit and loss sharing) sebagai pengganti sistem suku bunga. Dalam sistem ini, pihak yang memberikan pembiayaan (misalnya bank syariah) berbagi keuntungan dan kerugian dengan pihak yang menerima pembiayaan (nasabah). Hal ini mencerminkan prinsip keadilan dan keberlanjutan, di mana risiko dan keuntungan dibagi secara adil antara kedua belah pihak.
Dengan adanya sistem bagi hasil, pembiayaan syariah mendorong kerjasama dan keterlibatan aktif antara bank dan nasabah dalam proyek atau usaha yang didanai. Ini juga membantu mengurangi potensi spekulasi dan perilaku berisiko tinggi, karena kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama dalam kesuksesan proyek tersebut.
Meskipun sistem suku bunga konvensional telah menjadi standar dalam dunia keuangan konvensional, penggunaan sistem bagi hasil dalam pembiayaan syariah menawarkan alternatif yang lebih sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan keberlanjutan dalam perspektif Islam. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap perbedaan dalam sistem keuangan ini bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek nilai dan kepercayaan dalam pengelolaan keuangan mereka.
Perbedaan Pinalti / Denda
Perbedaan yang jelas antara pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada penalti atau denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran. Dalam pembiayaan konvensional, denda atau penalti atas keterlambatan pembayaran adalah hal yang umum. Biasanya, bank atau lembaga keuangan akan mengenakan denda berupa jumlah uang tambahan yang harus dibayarkan oleh peminjam jika pembayaran dilakukan melewati jatuh tempo yang ditentukan.
Di sisi lain, dalam pembiayaan syariah, pendekatan terhadap denda berbeda. Denda yang dikenakan dalam pembiayaan syariah seringkali lebih bermakna, karena mendorong aspek sosial dan kepedulian terhadap sesama. Sebagai contoh, jika terjadi keterlambatan pembayaran dalam pembiayaan syariah, bank syariah mungkin akan mengarahkan denda tersebut untuk disalurkan ke amal atau kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Pendekatan ini mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kepedulian dalam Islam, di mana denda diarahkan untuk memberikan manfaat kepada orang-orang yang membutuhkan.
Melalui pendekatan ini, pembiayaan syariah tidak hanya menghindari pendekatan punitif dalam mengenakan denda, tetapi juga mendorong partisipasi aktif dalam upaya membantu sesama dan membangun masyarakat yang lebih baik secara keseluruhan. Dengan demikian, perbedaan dalam pendekatan terhadap denda antara pembiayaan syariah dan konvensional mencerminkan prinsip-prinsip nilai dan keadilan yang menjadi dasar bagi sistem keuangan syariah.
Perbedaan Sumber Dana
Perbedaan signifikan lainnya antara pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada sumber dana atau modal yang digunakan. Pembiayaan syariah memperoleh sumber dana dari dana-dana yang dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Contohnya adalah melalui mudharabah, di mana investor (shahibul maal) menyediakan modal dan bank (mudharib) mengelola modal tersebut untuk investasi tertentu. Sumber dana lainnya adalah wakaf, di mana dana dikumpulkan dan dikelola untuk kepentingan umum atau kemanusiaan.
Di sisi lain, pembiayaan konvensional memiliki fleksibilitas dalam memperoleh sumber dana. Mereka dapat menggunakan berbagai instrumen keuangan yang tersedia di pasar keuangan konvensional. Ini termasuk dana yang diperoleh dari deposito, pinjaman antar bank, atau bahkan penerbitan obligasi. Fleksibilitas ini memungkinkan lembaga keuangan konvensional untuk menyesuaikan sumber dana mereka dengan kebutuhan dan kondisi pasar yang ada.
Perbedaan dalam sumber dana ini mencerminkan karakteristik unik dari masing-masing sistem keuangan. Pembiayaan syariah menekankan penggunaan dana yang dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, sementara pembiayaan konvensional lebih terbuka terhadap berbagai instrumen keuangan yang ada di pasar. Dengan demikian, pemahaman terhadap sumber dana ini menjadi penting bagi masyarakat yang ingin memilih jenis pembiayaan yang sesuai dengan nilai dan prinsip mereka.
Perbedaan Pengawasan
Pengawasan terhadap kegiatan pembiayaan, baik konvensional maupun syariah, pada dasarnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Perbankan. Namun, perbedaan yang mencolok terletak pada pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan.
Dalam pembiayaan konvensional, segala aktivitas umumnya mendapatkan pengawasan dari dewan komisaris. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi operasional bank dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan prinsip-prinsip bisnis yang berlaku.
Di sisi lain, pengawasan terhadap kegiatan pembiayaan syariah melibatkan berbagai lembaga yang khusus berfokus pada aspek syariah. Misalnya, terdapat dewan syariah nasional yang memberikan pedoman dan fatwa tentang praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, ada juga dewan pengawas syariah yang bertugas memastikan bahwa transaksi keuangan yang dilakukan oleh bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain kedua lembaga tersebut, bank syariah juga tetap tunduk pada pengawasan dewan komisaris seperti yang terjadi dalam pembiayaan konvensional.
Dengan keterlibatan berbagai lembaga pengawas yang khusus memperhatikan aspek syariah, pembiayaan syariah dapat memastikan bahwa seluruh kegiatan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam. Hal ini mencerminkan pentingnya pengawasan yang ketat dalam memastikan kepatuhan terhadap nilai-nilai dan prinsip yang menjadi dasar dari masing-masing jenis pembiayaan.